Monsak tinggal sejarah. Sudah banyak
negara barat memiliki perguruan silat, yang berasal dari Indonesia dan
Malaysia. Banyak suku di Indonesia punya aliran silat sendiri-sendiri,
termasuk Batak Toba dengan monsak — yang sayangnya sangat sulit
ditemukan informasinya.

Jarar Siahaan; Toba Samosir; Blog Berita
Monsak, dibaca sebagai moccak [lihat foto]. Silat khas Batak Toba ini hanya tinggal
nama. Setahuku tidak ada lagi tempat untuk belajar monsak. Di beberapa
kabupaten di Sumatera Utara, di kampung-kampung orang Batak Toba, belum
pernah kutemukan perguruan monsak. Aku punya sejumlah kawan yang belajar
silat di Tanah Batak, tapi yang mereka pelajari adalah silat dari suku
lain, seperti Merpati Putih. Aku sendiri belum pernah melihat secara
langsung bagaimana gerakan monsak. Ketika aku masih aktif mengajar
karate aliran Shotokan, aku sering mencari perguruan monsak, tapi tidak
pernah ketemu. Setelah kini aktif menulis di web, aku juga sering
berusaha menelusuri Internet, tapi tetap saja aku tidak mendapatkan
informasi soal monsak, alamat perguruannya pun tidak bisa kutemukan —
kalau ada pembaca yang punya info soal monsak, silakan berbagi.
Berbeda dengan
silat dari daerah lain yang masih gampang ditemukan, seperti silat
Betawi, Sunda, Minangkabau, Madura, Bali, dll. Di kompleks Taman Mini
Indonesia Indah, Jakarta, terdapat sebuah padepokan silat berskala
internasional. Menurut Wikipedia,
silat Betawi saja memiliki 300 aliran. Salah satu aliran silat Betawi
adalah silat Cingkrik. Si Pitung, tokoh yang sudah difilmkan itu, konon
beraliran Cingkrik. Sampai sekarang aliran Cingkrik masih bisa
dipelajari di padepokan di Taman Mini.
Silat diperkirakan menyebar di kepulauan
nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum
dapat dipastikan. Meskipun demikian, silat saat ini telah diakui sebagai
budaya suku Melayu dalam pengertian yang luas, yaitu para penduduk
daerah pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka, serta berbagai
kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa Melayu di
berbagai daerah di pulau-pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, yang
juga mengembangkan bentuk silat tradisional mereka sendiri. Sheikh
Shamsuddin (2005) mengatakan, terdapat pengaruh ilmu beladiri dari Cina
dan India dalam silat. Hal ini dapat dimaklumi karena memang kebudayaan
Melayu (termasuk Pencak Silat) adalah kebudayaan yang terbuka, yang
sejak awal kebudayaan Melayu telah beradaptasi dengan berbagai
kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina,
Arab, Turki, dan lainnya. Kebudayaan-kebudayaan itu kemudian beradaptasi
dengan kebudayaan penduduk asli. Maka sejarah pencak silat lahir
bersamaan dengan munculnya kebudayaan Melayu.
Dalam sejarah pencak silat terdapat dua kategori akar aliran, yaitu:
- Aliran bangsawan
- Aliran rakyat
Aliran bangsawan adalah aliran pencak
silat yang dikembangkan oleh kaum bangsawan (kerajaan). Ada kalanya
pencak silat ini merupakan alat pertahanan dari suatu negara (kerajaan).
Sifat dari pencak silat yang dikembangkan oleh kaum bangsawan umumnya
tertutup dan mempertahankan kemurniannya. Aliran rakyat adalah aliran
pencak silat yang dikembangkan oleh para pedagang, ulama, dan kelas
masyarakat lainnya. Sifat dari aliran ini umumnya terbuka dan
beradaptasi.
Bagi setiap suku di Melayu, pencak silat
adalah bagian dari sistem pertahanan yang dimiliki oleh setiap
suku/kaum. Pada jaman Melayu purba, pencak silat dijadikan sebagai alat
pertahanan bagi kaum/suku tertentu untuk menghadapi bahaya dari serangan
binatang buas maupun dari serangan suku lainnya. Lalu seiring dengan
perjalanan masa pencak silat menjadi bagian dari adat istiadat yang
wajib dipelajari oleh setiap anak laki-laki dari suatu suku. Hal ini
mendorong setiap suku untuk memiliki dan mengembangkan silat daerah
masing-masing.
Setiap daerah di Melayu umumnya memiliki
tokoh persilatan yang dibanggakan. Sebagai contoh, bangsa Melayu
terutama di Semenanjung Malaka meyakini legenda bahwa Hang Tuah dari
abad ke-14 adalah pendekar silat yang terhebat. Hal seperti itu juga
terjadi di Jawa, yang membanggakan Gajah Mada. Kedua tokoh ini
benar-benar ada dan bukan legenda semata, dan keduanya hidup pada masa
yang sama.
Perkembangan silat banyak dipengaruhi
oleh kaum ulama, seiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-14
di Nusantara. Catatan historis ini dinilai otentik dalam sejarah
perkembangan pencak silat yang pengaruhnya masih dapat kita lihat hingga
saat ini. Kala itu pencak silat telah diajarkan bersama-sama dengan
pelajaran agama di surau-surau. Silat lalu berkembang dari sekadar ilmu
beladiri dan seni tari rakyat menjadi bagian dari pendidikan bela negara
untuk menghadapi penjajah. Pencak silat juga menjadi bagian dari
latihan spiritual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar